CILACAP - Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas Nusakambangan yang tengah menjalani Diklat mendapatkan materi terkait Dasar Assesmen Resiko dan Kebutuhan Klien Pemasyarakatan yang dibawakan oleh Suri Handayani, selaku Pembimbing Kemasyarakatan di Direktorat Jendral Pemasyarakatan. Pelatihan dibuka dengan mengetahui terlebih dahulu terkait apa itu Assesmen Resiko dan Kebutuhan, Selasa (13/09/2022).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan tindak pidana yaitu pendidikan, finansial, relasi interpersonal, pernikahan, lingkungan tempat tinggal, pemanfaatan waktu luang, sejarah pemakaian narkotika dan alkohol serta pandangan terhadap tindak pidana.
Asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik untuk Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dirancang untuk mengukur SIAPA yang paling berkemungkinan untuk mengulangi pidana dan APA kebutuhan program pembinaan/pembimbingan yang dibutuhkan oleh WBP tersebut untuk kasus-kasus tindak pidana umum, agar dapat mengurangi tingkat risiko pengulangan tindak pidananyadi masa mendatang.
"Kita harus kritis menjadi PK. Apa latar belakang orang ini melakukan tindak pidana? Apakah faktor ekonomi atau faktor lain? Kalau faktor ekonomi, terus kenapa baju nya ada yang branded? Kita harus gali pola pikirnya. Kalau kita lihat faktor keuangannya apa benar? Atau masalahnya ada di pola pikir orangnya", papar Suri Handayani
Baca juga:
Jarimatika Perkalian Super Mudah
|
Lebih lanjut, asesmen risiko residivisme dilakukan dengan menggunakan instrumen Risiko Residivisme Indonesia, sementara asesmen kebutuhan kriminogenik dilakukan dengan menggunakan instrumen Kebutuhan Kriminogenik.
Meskipun secara konstruk keduanya mengukur aspek yang berbeda (aspek tingkat risiko pengulangan tindak pidana dan aspek kebutuhan pembinaan/pembimbingan WBP), namun penggunaan kedua instrumen asesmen tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Kedua instrumen asesmen tersebut menjadi komponen penting dalam penyusunan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) untuk membantu Pembimbing Kemasyarakatan dalam menentukan rekomendasi program pembinaan/pembimbingan sesuai dengan kebutuhan WBP yang bersangkutan.
"Kita harus cermat dan menghadapi Klien. Karena tugas dari PK salah satunya adalah membuat program pembinaan kemudian pembimbingan yang cocok apa untuk klien yang kita hadapi. Sehingga bisa mengubah pola pikir serta pandangan terhadap tindak pidana yang dilakukan. Walaupun kita bukan superman atau superwoman, kita harus mampu mengubah kurang lebihnya pola pikir seseorang agar lebih efektif dan positif lagi, " pesan Suri Handayani kepada para peserta pelatihan.
(N.Son/***)